1. Home
  2. LELAH
  3. LELAH

LELAH

5
(1)
Sebelum baca, ayo like halaman facebook dan subscribe youtube kami agar tidak ketinggalan info update!!

“Kamu itu nggak stress, cuma kurang ibadah aja.”

“Katanya lulusan psikologi, tapi kok bisa depresi juga.”

“Makanya, deketin lagi tuhan.”

“Yuk ibadah sama aku, aku yakin kamu pasti pulih lagi.”

Dan yang paling menyakitkan adalah, “Ibu malu sama orang-orang. Mau sampe kapan kamu kayak gini terus. Orang-orang bilang, kamu ini psikologi, tapi kenapa bisa sampe kayak gini. Ayo bangkit.”

Sampai ibunya sendiri tidak mengerti apa yang dirasakan oleh Desi pada saat ini.

****

Desi, seorang psikolog, lulusan dari salah satu universitas ternama di Indonesia. Dengan predikat lulusan terbaik di angkatannya, bukan hal yang sulit saat Desi terjun ke dunia kerja.

Desi adalah anak pertama dari empat bersaudara. Sebagai anak pertama, orang tua Desi selalu menekankan, “Anak pertama harus jadi contoh buat ade-adenya. Nilai harus bagus, gak boleh nakal, gak boleh A gak boleh B gak boleh C…”  terdengar sederhana, namun cukup membuat Desi tertekan.

Untungnya, Kelly cukup pintar dan baik. Jadi, tuntutan itu tak begitu menjadi beban berat dalam hidupnya. Dari kecil, Kelly selalu mendapatkan nilai yang sempurna. Sebenarnya, tidak selalu karena kepintarannya, tapi lagi-lagi karena tekanan. Suatu hari saat Kelly duduk di bangku kelas 3 SD, ia mendapatkan nilai 85. Ayah Desi memarahinya, “Nilai tuh minimal banget 95. Kamu bisa usaha lebih buat meminimalisir kesalahan kamu. Kurang 15 poin itu terlalu besar. Jangan pelihara hal buruk kayak gini, yang bener belajarnya!”

Sejak hari itu, Kelly selalu menghabiskan waktunya untuk belajar. Ia tidak mau dimarahi seperti itu lagi. Lebih baik begadang daripada mendapatkan nilai yang kurang sempurna itu.

Dunia pendidikan formal akhirnya selesai. Desi bisa dikatakan ‘terbebas’ dari belenggu kedua orang tuanya. Desi sudah siap terjun ke dunia masyarakat.

Sebelum wisuda, Desi sudah ditawari pekerjaan oleh perusahaan-perusahaan ternama. Masalah pekerjaan bukanlah hal yang berat lagi bagi Desi. Untuk mengisi waktu luangnya di sela-sela pekerjaannya, Desi membangun sebuah komunitas “Pejuang Mental Illness”. Banyak orang yang terbantu dengan berdirinya komunitas ini. Komunitas ini awalnya hanya terdiri dari Desi dan kedua sahabat semasa kuliahnya dulu, Deri dan Indri. Setelah lima bulan sejak didirikan, anggota komunitas ini sudah berjumlah lebih dari 50 orang. Suatu hari, mereka melakukan kumpulan rutin yang sering diselenggarakan setiap sebulan sekali.

Setelah memaparkan materi tentang kesehatan mental, salah satu anggota komunitasnya bertanya, “Kak, wajar gak sih, kalo kita merasa tertekan sama orang tua sendiri? Jujur aja aku dari kecil selalu dituntut sempurna. Sekarang, rasanya kesal sekali setiap kali melihat orang tua sendiri, walaupun orang tuaku sendiri lagi gak marahin aku.”

Deri agak terkejut saat mendengar pertanyaan ini. Deri dan Indri tahu betul bagaimana stressnya Desi saat dituntut harus lulus tepat waktu dengan nilai yang bagus oleh orang tuanya. Indri pun segera menyikut pelan Deri, dan Deri pun memberi isyarat pada Desi, dengan mengangkat miknya juga, ia berkata, “Mau dijawab Kak Deri apa Kak Desi nih? Kak Desi gimana?”

Desi pun segera tersenyum dan berkata, “Boleh nih dari Kak Deri, silakan Kak.”

***

Sebenarnya, luka yang tersimpan dalam hati, hanya akan terus menumpuk jika tidak disembuhkan. Begitu pun dengan Desi. Terlalu banyak tekanan yang tersimpan dalam hatinya. Hal ini pula yang menyebabkan Desi sampai bisa mengidap anxiety disorder, atau sering disebut gangguan kecemasan. Desi menghadapi semua ini hanya sendirian, hanya beberapa temannya yang tahu perihal ini. Ia tidak berani menceritakan hal ini kepada orang tuanya. Karena ia sudah tahu, jawabannya akan selalu sama, “Kamu kurang ibadah.”

Bukannya ingin sombong, masalah ibadah, Desi selalu menempatkan doa dan ibadah di posisi pertama. Namun, penyakitnya ini selalu tinggal di dalam tubuhnya.

***

Lima bulan berlalu, keadaan Desi semakin parah. Desi sudah memutuskan untuk tinggal sendiri, dengan membeli sebuah unit apartemen. Namun, keadaannya malah semakin parah. Desi memutuskan untuk resign dari pekerjaannya. Desi merasa, dirinya harus benar-benar fokus untuk penyembuhan dirinya. Selama proses ini juga, ia hanya sering ditemani oleh Deri dan Indri yang sesekali mengunjunginya.

Desi tak menceritakan perihal pengunduran dirinya kepada orang tuanya. Desi masih memiliki tabungan yang cukup untuk biaya hidupnya satu tahun kedepan. Bukan bermaksud durhaka, Desi tahu mana yang terbaik. Tak semua orang tua tahu apa yang mereka lakuka itu baik atau buruk, banyak orang tua hanya merasa dirinyalah yang paling benar.

Lekas sembuh, untuk Desi, dan untuk Desi lainnya di seluruh dunia.

Author send love for you guys, terus semangat!

END

Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)  

Rate cerita ini yuk Kak!

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

LELAH

LELAH

Sebelum baca, ayo like halaman facebook dan subscribe youtube kami agar tidak ketinggalan info update!!
"Kamu itu nggak stress, cuma kurang ibadah aja." "Katanya lulusan psikologi, tapi kok bisa depresi juga." "Makanya, deketin lagi tuhan." "Yuk ibadah sama aku, aku yakin kamu pasti pulih lagi." Dan yang paling menyakitkan adalah, "Ibu malu sama orang-orang. Mau sampe kapan kamu kayak gini terus. Orang-orang bilang, kamu ini psikologi, tapi kenapa bisa sampe kayak gini. Ayo bangkit." Sampai ibunya sendiri tidak mengerti apa yang dirasakan oleh Desi pada saat ini. **** Desi, seorang psikolog, lulusan dari salah satu universitas ternama di Indonesia. Dengan predikat lulusan terbaik di angkatannya, bukan hal yang sulit saat Desi terjun ke dunia kerja. Desi adalah anak pertama dari empat bersaudara. Sebagai anak pertama, orang tua Desi selalu menekankan, "Anak pertama harus jadi contoh buat ade-adenya. Nilai harus bagus, gak boleh nakal, gak boleh A gak boleh B gak boleh C..."  terdengar sederhana, namun cukup membuat Desi tertekan. Untungnya, Kelly cukup pintar dan baik. Jadi, tuntutan itu tak begitu menjadi beban berat dalam hidupnya. Dari kecil, Kelly selalu mendapatkan nilai yang sempurna. Sebenarnya, tidak selalu karena kepintarannya, tapi lagi-lagi karena tekanan. Suatu hari saat Kelly duduk di bangku kelas 3 SD, ia mendapatkan nilai 85. Ayah Desi memarahinya, "Nilai tuh minimal banget 95. Kamu bisa usaha lebih buat meminimalisir kesalahan kamu. Kurang 15 poin itu terlalu besar. Jangan pelihara hal buruk kayak gini, yang bener belajarnya!" Sejak hari itu, Kelly selalu menghabiskan waktunya untuk belajar. Ia tidak mau dimarahi seperti itu lagi. Lebih baik begadang daripada mendapatkan nilai yang kurang sempurna itu. Dunia pendidikan formal akhirnya selesai. Desi bisa dikatakan 'terbebas' dari belenggu kedua orang tuanya. Desi sudah siap terjun ke dunia masyarakat. Sebelum wisuda, Desi sudah ditawari pekerjaan oleh perusahaan-perusahaan ternama. Masalah pekerjaan bukanlah hal yang berat lagi bagi Desi. Untuk mengisi waktu luangnya di sela-sela pekerjaannya, Desi membangun sebuah komunitas "Pejuang Mental Illness". Banyak orang yang terbantu dengan berdirinya komunitas ini. Komunitas ini awalnya hanya terdiri dari Desi dan kedua sahabat semasa kuliahnya dulu, Deri dan Indri. Setelah lima bulan sejak didirikan, anggota komunitas ini sudah berjumlah lebih dari 50 orang. Suatu hari, mereka melakukan kumpulan rutin yang sering diselenggarakan setiap sebulan sekali. Setelah memaparkan materi tentang kesehatan mental, salah satu anggota komunitasnya bertanya, "Kak, wajar gak sih, kalo kita merasa tertekan sama orang tua sendiri? Jujur aja aku dari kecil selalu dituntut sempurna. Sekarang, rasanya kesal sekali setiap kali melihat orang tua sendiri, walaupun orang tuaku sendiri lagi gak marahin aku." Deri agak terkejut saat mendengar pertanyaan ini. Deri dan Indri tahu betul bagaimana stressnya Desi saat dituntut harus lulus tepat waktu dengan nilai yang bagus oleh orang tuanya. Indri pun segera menyikut pelan Deri, dan Deri pun memberi isyarat pada Desi, dengan mengangkat miknya juga, ia berkata, "Mau dijawab Kak Deri apa Kak Desi nih? Kak Desi gimana?" Desi pun segera tersenyum dan berkata, "Boleh nih dari Kak Deri, silakan Kak." *** Sebenarnya, luka yang tersimpan dalam hati, hanya akan terus menumpuk jika tidak disembuhkan. Begitu pun dengan Desi. Terlalu banyak tekanan yang tersimpan dalam hatinya. Hal ini pula yang menyebabkan Desi sampai bisa mengidap anxiety disorder, atau sering disebut gangguan kecemasan. Desi menghadapi semua ini hanya sendirian, hanya beberapa temannya yang tahu perihal ini. Ia tidak berani menceritakan hal ini kepada orang tuanya. Karena ia sudah tahu, jawabannya akan selalu sama, "Kamu kurang ibadah." Bukannya ingin sombong, masalah ibadah, Desi selalu menempatkan doa dan ibadah di posisi pertama. Namun, penyakitnya ini selalu tinggal di dalam tubuhnya. *** Lima bulan berlalu, keadaan Desi semakin parah. Desi sudah memutuskan untuk tinggal sendiri, dengan membeli sebuah unit apartemen. Namun, keadaannya malah semakin parah. Desi memutuskan untuk resign dari pekerjaannya. Desi merasa, dirinya harus benar-benar fokus untuk penyembuhan dirinya. Selama proses ini juga, ia hanya sering ditemani oleh Deri dan Indri yang sesekali mengunjunginya. Desi tak menceritakan perihal pengunduran dirinya kepada orang tuanya. Desi masih memiliki tabungan yang cukup untuk biaya hidupnya satu tahun kedepan. Bukan bermaksud durhaka, Desi tahu mana yang terbaik. Tak semua orang tua tahu apa yang mereka lakuka itu baik atau buruk, banyak orang tua hanya merasa dirinyalah yang paling benar. Lekas sembuh, untuk Desi, dan untuk Desi lainnya di seluruh dunia. Author send love for you guys, terus semangat!

END

Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)  

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Plugin Kapsule Corp

Options

not work with dark mode
Reset
Part of PT. King Alin Jaya